Di tahun 2019 lalu, viral di kampung halaman saya tentang adanya shooting filem Buya Hamka. Para artis kelas atas Indonesia telah datang dan selesai mengambil sesi shooting di Ranah Minang.

Ada sebuah lokasi menarik untuk scene filem ini—selain lokasi lainnya yang tak kalah indah. Mengambil setting tempat sebuah Surau. Gambaran ideal tentang suasana religi masa lalu. Surau tempat belajar mengaji, belajar silat dan ilmu pengetahuan. Sebuah Surau di pinggir sungai, dengan pincuran kayu tempat wuduk dan sebuah kincir air besar di sampingnya.  

Saat pulang kampung di pertengahan 2019 kami mengunjungi lokasi shooting filem ini, dan lokasinya benar-benar indah. Sebuah surau sederhana, dengan kinciran air di pinggir sungai, berlatar belakang Bukit Bulek dan jajaran bukit pinus nun jauh disana.

Bertahun menunggu, belum ada kabar juga kapan filem kisah hebat ulama Ranah Minang ini akan tayang. Harapan pun mulai melupa.

Sampai beberapa bulan lalu, akhirnya jagad media sosial ramai dan penuh perbincangan hangat tentang akan tayangnya filem Buya Hamka segera! Gala premier dan ulasan-ulasan mengulas tentang filem ini. Lebaran April 2023 adalah tayangan perdana filem Buya Hamka.

Saya pastikan, kami harus menonton filem ini!

Alhamdulillah, penantian pun berakhir. Di hari kedua lebaran April 2023 kami masuk gedung bioskop dan menonton filem ini.

Filem Buya Hamka terdiri 3 sekuel yang menggambarkan fase perjalanan hidup Hamka. Pada sekuel pertama dibuka dengan kisah hidup Hamka di penjara Sukabumi. Beliau dipenjara oleh rezim Orde Lama dengan tuduhan keji melakukan tindakan subversif dan berkomplot hendak membunuh Presiden Sukarno. Dipenjara tanpa proses pengadilan atas perintah Sukarno. Padahal Hamka dan Sukarno adalah dua sahabat lama yang berjanji setia untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Dari kunjungan keluarga di penjara, cerita flashback  ke masa lalu. Bercerita tentang perjuangan Hamka sebagai pengurus Muhammadiyah di Makasar pada tahun 1930-an. Kemudian pindah ke Medan untuk memimpin majalah Pedoman Masyarakat dan seterusnya. Lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka’bah dn Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, telah melambungkan nama Hamka sebagai sastrawan besar di saat itu. Tulisan-tulisan beliau di majalah Pedoman Masyarakat selalu ditunggu-tunggu oleh pembaca setia.

Hamka menjadikan tulisannya sebagai pembawa pesan perubahan. Menjadi alat dakwah dan memperjuangkan kemerdekaan. Tulisan-tulisan beliau memukau dan menggerakkan orang-orang pada zamannya. Hal ini mencemaskan pihak Belanda dan Jepang. Beberapa kali kantor Pedoman Masyarakat dibreidel dan diacak-acak. Mereka mengancam Hamka dengan tahanan penjara jika masih terus menulis.

Tulisan Hamka yang sangat tajam membedah kebekuan zaman dan menggerakkan anak bangsa. Tulisannya  kritis dan memotivasi berjuang. Beliau menjadi inspirator dan motivator bangsa Melayu atau Indonesia untuk bersatu dengan semangat Islam dan kebangsaan. Salah satu provokasi beliau adalah: Melayu tanpa Islam hilanglah “me”nya, dan layulah dia. Minangkabau tanpa Islam hilanglah Minangnya, jadi kerbaulah dia. Telah menggerakkan bangsa Melayu khususnya, dan Indonesia umumnya untuk mengusir penjajah.

Semangat dan perjuangan Hamka telah mempesona Sukarno yang waktu itu tengah menjalani pengasingan di Bengkulu. Pada satu pertemuan, Sukarno mengikrarkan bahwa Hamka adalah saudaranya dan akan berjuang bersama untuk kemerdekaan Indonesia.

Namun sayang, karena perbedaan cara perjuangan paska kemerdekaan, Hamka dipenjarakan oleh Sukarno. Hamka dianggap kontra-produktif dengan ide persatuan Indonesia ala Sukarno dengan praktik Demokrasi Terpimpin dengan ideologi Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme) sebagai pilarnya. Dua “saudara” dalam perjuangan kemerdekaan ini pun menjadi lawan pemikiran paska kemerdekaan. Penjara adalah cara untuk membungkam Hamka dan lawan-lawan politik Sukarno.

Namun dari penjara itulah lahir karya besar, masterpiece Hamka, yaitu Tafsir Al-Azhar. Tafsir 30 juz isi Alquran dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Karena karya ini Hamka mendapatkan gelar Profesor dari Universitas Al-Azhar di Kairo Mesir.

Namun tak ada dendam di hati Hamka. Walau telah dipenjara tanpa proses pengadilan dan mendapatkan siksaan, beliau ternyata orang yang berhati besar. Tak ada sakit hati dan Hamka memaafkan. Ketika di akhir hayatnya, Sukarno memberikan pesan terakhir jika dia meninggal dia meminta Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahnya.

“Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku.” Demikian kurang lebih pesan Soekarno kepada keluarganya.

Dari segi teknis filem, ada polesan dramatisasi yang digambarkan dengan alur gerak lambat, musikalisasi dan haru-biru perasaan. Tapi ya itulah yang sesuai dengan style-nya filem Indonesia.

Tapi secara garis besar filem ini sangat saya rekomendasikan untuk ditonton. Kita jadi tahu bagaimana perjuangan Hamka dalam masa pra sampai paska kemerdekaan. Ada kisah, bahwa di balik seorang tokoh besar ada peran perempuan (istri) di belakangnya. Istri yang menguatkan dan sebagai penyemangat untuk seorang lelaki yang berjuang. Juga ketika ada peluang untuk poligami, Hamka tetap setiap kepada satu perempuan yang telah setia berjuang bersamanya.

Filem ini menjadi alternatif dan penawar dari banyaknya filem-filem percintaan receh, horor, komedi dan populis lainnya. Sesekali kepala kita perlu juga diisi dengan filem berkualitas dan mendidik. Apalagi di tengah zaman yang semakin menjauhkan kita dari idealisme, moralitas dan persoalan besar kebangsaan lainnya.

Tak sabar rasanya menunggu kelanjutan cerita dari sekuel filem Hamka selanjutnya! Selamat menonton!

Kalau hidup hanya sekedar hidup kera di rimba juga hidup. Kalau kerja hanya sekedar kerja, kerbau di sawah kerja.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s